Pengertian Ilmu Musthalahul Hadits

PENGERTIAN  ILMU MUSTHALAHU’L –HADIST  DAN OBYEKNYA

Ustadz Syamsyuddin At-Tabrizy dalam kitab “Syarhu’d-Di-baji’l- Mudzahhab” mengatakan bahwa kebanyakan para muhadditsin membagi ilmu ini kepada dua bagian, yakni:

  1. ‘ilmu hadits
  2.  ‘ilmu Ushuli’l-Hadist

A. ’Ilmu Hadist ialah:

“Ilmu pengetahuan tentang sabda, perbuatan, pengakuan, gerak-gerik dan bentuk jasmaniyah Rasulullah SAW. Beserta sanad-sanad (dasar penyandarannya) dan ilmu pengetahuan untuk membedakan keshahihannya, kehasanannya, dan kedha’ifannya dari pada lainnya, baik matan maupun sanadnya”.

B. ’Ilmu Ushuli’l-Hadist, ialah:

“ suatu ilmu pengetahuan yang menjadi sarana untuk mengenal keshahihan, kehasanan, dan kedha’ifan hadist, matan maupun sanad untuk membedakan dengan yang lainnya”.

Setiap pengenalan dan pembedaan nilai hadits tersebut , harus dibina oleh ilmu-ilmu pengetahuan tentang hal-ikhwal rawi mengenai keadilannya, kehafalannya, kelemahannya, kekurang-adilannya dan lain sebagainya. Usaha ini akan berhasil dengan sukses manakala kita mengenal dan menguasai  ‘ilmu jarh dan ta’dil (mencela dan mengaggap adil rawi) dan mengetahui tanggal lahir serta tanggal wafat para rawi untuk mengetahui bersambung atau putusnya sanad. Pembahasan semua ini , masuk dalam lapangan ilmu ushuli’l hadits.

Demikian juga seseorang tidak dapat memilih keshahihan dan kehasanan suatu hadits dan meninggalkan kedla’ifannya, tanpa mengetahui tentang ciri-ciri dan syarat-syarat hadits tersebut, yang dalam hal ini di butuhkan penelitian mengenai hal-ihwal rawi dan marwinya. Menurut kebanyakan muhadditsin, ilmu hadist itu pada garis besarnya dibagi 2 bagian, yakni:

a. Ilmu Hadits Riwayah, ialah:

“ suatu ilmu pengetahuan untuk mengetahui cara-cara penukilan, pemeliharaan,dan pendewanan apa-apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, iqrar maupun lain sebagainya”.

Obyek ilmu Hadits riwayah, ialah bagaimana cara menerima, menyampaikan kepada orang lain dan memindahkan atau mendewankan dalam suatu dewan hadits.  Dalam menyampaikan dan mendewankan Hadits, hanya di nukilkan dan dituliskan apa adanya, baik mengenai matan atau sanadnya. Ilmu ini tidak berkompeten membicarakan apakah matannya ada yang janggal atau ber’illat, dan apakah sanadnya itu bertali-temali satu sama lain atau terputus. Lebih jauh dari itu tidak diperkatakan hal-ihwal dan sifat-sifat rawinya, apakah mereka adil, dhabit, atau fasiq, hingga dapat memberikan pengaruh terhadap nilai suatu hadits.

Faidah mempelajari ilmu ini, ialah untuk menghindari adanya kemungkinan salah kutip terhadap apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Perintis ilmu riwayah, ialah Muhammad bin Syihab Az-Zuhry yang wafat pada tahun 124 Hijrah.

b. ilmu Hadits dirayah

Ilmu Hadits Dirayah atau disebut juga dengan ilmu musthalahul hadits, ialah:

“Undang-undang (kaidah-kaidah) untuk mengetahui hal-ikhwal, Sanad, matan, cara-cara menerima dan menyampaikan hadits, sifat-sifat hadits dan sebagainya”.[1]

Obyek ilmu hadits dirayah, ialah menelitih kelakuan para rawi dan keadaan marwinya (sanad dan matannya). Menurut sebagian ulama, yang menjadi obyeknya ialah Rasulullah sendiri dalam kedudukannya sebagai Rasul Allah

Faidah atau tujuan ilmu ini ialah untuk menetapkan maqbul (dapat diterima) atau mardudnya (tertolaknya) suatu hadits dan selanjutnya untuk diamalkannya yang maqbul dan ditinggalkannya yang mardud

Ibnu kholdun, didalam muqadimahnya pada bagian pembahasan ulumul Hadits mengatakan sebagai berikut :

“diantara faidah ilmu hadits ialah penelitian pada sanad-sanad dan mengetahui sesuatu dari hadits hadits yang wajib diamalkan yang terdapat pada sanad-sanad yang sempurna syaratsyaratnya. Sebab pengalaman itu diwajibkan, lantaran berdasarkan Dhann (dugaan keras) tentang kebenaran dari hadits Rasulullah. Oleh karena itu, hendaklah berijtihad mencari jalan yang dapat menghasilkan dhann tersebut. Yakni mengetahui rawi-rawi hadits tentang keadilan dan kuatnya ingatan.[2].

menurut sebagian muhaditsin tujuan mempelajari ilmu ini ialah untuk mencapai kebehagiaan didunia dan di akhirat sesukses-suksesnya”.

Sejarah pertumbuhannya dan perintisnya

Ilmu dirayah hadits sejak pertengahan abad ke III Hijriah sudah mulai dirintis oleh sebagian muhaditsin dalam garis-garis besarnya dan masih tersebar dalam beberapa mushaf. Baru pada awal abad ke IV ilmu ini dibukukan dan dijadikan fann (Vak) yang berdiri sendiri dan sejajar dengan ilmu-ilmu lain.

Perintis-perintisnya[3].

Sebagai perintis pertama ilmu ini ialah, Al-Qadli Abu Muhammad Ar-ramahhurmuzy (wafat 360H), dengan kitabnya yang bernama “Al-Muhadditsu’l fashil.” Tapi kitab tersebut sukar diperolehnya. Kemudian Al-Hakim Abu Abdillah An-Nisabury (321-405 H) dengan susunan karyanya yang kurang baik dan tertib. Sesudah itu,  Abu Nu’aim Al-Ashfihany (366-430H), dan akhirnya bangunlah AL-Khatib abu bakar al-baghdady menyusun kitab kaidah periwayatan Hadits yang diberi nama al-kifayah dan menyusun kitab tentang tata cara meriwayatkan hadits dengan diberi nama “al-jami’ul liadabi’syaikhi wa’s sami.

Selanjutnya para muhadditsin setelah al-khatib pada menyusun ilmu itu dengan bentuk sendiri, semisal al-qadli ‘iyadl dengan kitabnya yang bagus bernama “al-ilma” dan abu hafsin dengan satu juz karyanya yang bernama  “maa yasa’u’l-muhadditsujahlahu”.

Demikianlah selanjutnya bermunculan kitab-kitab musthalahul hadits dengan bentuk sistem yang berbeda-berbeda. Ada yang bentuk nadham (puisi) seperti kitab “alfiyatu suyuthi” ada yang berbentuk nasar (prosa), dan adapula sistem penguraiannya luas, baik sebagai syarah dari kitab musthalah yang berbentuk nadham, seperti kitab manhaj dzawi’in nadhar, karya M. Mahfudh at-tarmusi, maupun sebagai syarah dari kitab musthalah yang berbentuk natsar seperti kitab At-tadrib.

Cabang-cabang Ilmu Musthalahul Hadits.

Ilmu musthalahul hadits terus berkembang menuju kesempurnaannya. Dalam perkembangan selanjutnya adalah beberapa cabang ilmu hadits yang mempunyai pembahasan ilmu-ilmu itu lebih mengarah kepada suatu obyek tertentu, tetapi saling diperlukan dan erat hubungannya satu sama lain.

Cabang-cabang yang berpangkal pada sanad, antara lain:

  1. Ilmu Rijali’l Hadits
  2. Ilmu Thabaqati’r Ruwah
  3. Ilmu Tarikh Rijali’l Hadits
  4. Ilmu Jarh wa Ta’dil.

Cabang-cabang yang berpangkal pada matan, antara lain:

  1. Ilmu Gharibil Hadits
  2. Ilmu Asbabi- Wurudi’l Hadits
  3. Ilmu Tawarikhi’l Wutun
  4. Ilmu Nasikh wa Mansukh
  5. Ilmu talfiqi’l Hadits

Cabang-cabang yang berpangkal pada sanad dan matan, ialah : Ilmu ilali’l Hadits.


DAFTAR PUSTAKA

al-‘Asqalany, I. h. (1998). Nuzhatul-Nadhar. maktabah tijariyah kubra: mesir.

Ash-Shiddiqy, P. h. (1998). Ulumul Hadits. Yogyakarta: Sumbangsih.

at-Tarmusy, m. m. (1996). Manhaj Dzawin-Nadhar. Surabaya: maktabah Nabhaniyah.

Rayyah, M. A. (1998). Adlawa-un ‘alas-Sunnah lil-Muhamadiyah. Mesir: Daru’l-Ma’arif.

Shiddieqy, M. H. (1981). Pokok-pokok Ilmu Dirayat hadits Jilid 1. Jakarta: Bulan Bintang.


[1] Manhaj dzawi’n- nadhar, Muh.mahfudh At-tarmusy, halaman :6

[2] Adlawaun ‘ala’s-Sunnati’l-Muhammadiyah,Muhammad Abu Rayyah, Halaman: 273-274.

[3] Nuzhatu’n-Nadhar, Ibnu Hajar, Halaman 2.

Leave a comment